Jakarta – Pemerintah Indonesia memperketat pemeriksaan kesehatan di pintu masuk negara dan mengaktifkan kembali pelacakan mobilitas pelaku perjalanan melalui aplikasi Satu Sehat guna mencegah peningkatan kasus Mpox.
Skrining ketat dilakukan setelah ditemukan varian Clade Ib di luar kawasan Afrika yang terindikasi memiliki derajat keparahan yang lebih tinggi, penularan lebih cepat, termasuk menular ke populasi anak-anak.
Kepala Organisasi Riset Kesehatan (ORK) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Ni Luh Putu Indi Dharmayanti mengatakan Mpox dipengaruhi oleh beberapa clade yaitu clade Ia, clade lb, dan clade Ilb.
Clade Ia berkaitan dengan kasus yang terjadi pada anak-anak dan dewasa dengan manifestasi klinis yang lebih berat. Sementara itu clade lb dan Ilb melakukan penularan antar manusia sebagian besar terjadi melalui kontak seksual.
“BRIN sebagai badan organisasi riset memiliki salah satu tanggung jawab dalam upaya pencegahan wabah/KLB di Indonesia. Penelitian lebih lanjut perlu terus dilakukan terkait epidemiologi, transmisi dan pengembangan vaksin atau terapi baru dalam upaya pengendalian Mpox,” katanya pada Kamis (5/9/2024).
Sementara itu Kepala Pusat Riset Kedokteran Preklinis dan Klinis BRIN, Harimat Hendrawan mengutarakan berdasarkan Joint Risk Assesment/JRA (Hasil Penilaian Risiko Bersama/PRB) atau) Mpox di Indonesia belum ditemukan kasus Mpox pada hewan.
Namun, banyak masyarakat yang hidup berdampingan dengan hewan peliharaan sehingga dikhawatirkan terdapat potensi penularan balik (spill back) dan pembentukan reservoir hewan baru.
“Resiko-resiko tersebut perlu segera diketahui, termasuk perkembangan terkini terkait Mpox. Pengetahuan yang terus berkembang tentang Mpox membantu dalam upaya mitigasi faktor risiko dan mengidentifikasi cara-cara penularan baru serta meningkatkan langkah-langkah pencegahan yang efektif,” ujarnya,
Menurut Harimat Hendrawan bahwa pencegahan dapat diupayakan dengan pemberian vaksin cacar, penggunaan pelindung pribadi, dan menghindari kontak hewan yang terinfeksi atau lingkungan yang terkontaminasi.
Pengobatan bersifat suportif dengan fokus pada pengelolaan gejala dan pencegahan infeksi sekunder. Beberapa terapi antiviral digunakan dalam kasus-kasus yang parah atau berisiko tinggi.
“Prinsipnya kita harus kembali menegakkan disiplin protokol kesehatan untuk mencegah resiko penularan,” ujarnya. (adm)
Sumber: detik.com
+ There are no comments
Add yours