Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemeperin) menerbitkan Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 6 tahun 2024 tentang Tata Cara Penerbitan Pertimbangan Teknis Impor Produk Elektronik yang ditetapkan dan diundangkan pada pada 6 Februari 2024.
Aturan ini mengatur impor produk elektronik seperti laptop, televisi (TV), kamera, kulkas, mesin cuci, dan air conditioner (AC).
Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan mengatakan, kebijakan ini diterbitkan agar masuknya impor barang elektronik ke Tanah Air lebih teratur sehingga tidak mengganggu industri teknologi di dalam negeri.
“Sekali lagi ini tidak dilarang tapi diatur yah karena kalau dilarang bisa marah nanti Asosiasi Perdagangan Dunia (WTO),” katanya belum lama ini.
Direktur Industri Elektronika dan Telematika (IET) Kemenperin, Priyadi Arie Nugroho menambahkan pihaknya memahami tata niaga impor untuk produk elektronika merupakan hal yang baru dan belum pernah diberlakukan oleh kementerian tersebut.
Impor produk elektronik harus diatur guna mengembangkan industri tersebut di Indonesia agar bisa lebih berdaya saing. Hal ini juga menjaga iklim usaha industri di dalam negeri supaya tetap kondusif terutama bagi produk-produk yang telah diproduksi di dalam negeri.
“Regulasi ini merupakan upaya konkret dari pemerintah dalam menciptakan kepastian berinvestasi bagi pelaku industri di Indonesia khususnya dalam rangka memproduksi produk elektronika di dalam negeri,” tuturnya.
Permenperin no 6/2024, ujar Arie Nugroho, memuat 139 pos tarif elektronik yang dibagi 78 pos tarif diterapkan Persetujuan Impor (PI) dan Laporan Surveyor (LS) serta 61 pos tarif lainnya diterapkan hanya dengan LS.
“Beberapa produk yang termasuk ke dalam 78 pos tarif tersebut di antaranya adalah AC, televisi, mesin cuci, kulkas, kabel fiber optik, kulkas, laptop (termasuk notebook), dan beberapa produk elektronik lainnya,” ucapnya.
Pelaku usaha tetap bisa mengimpor produk elektronik dengan syarat harus memperoleh Persetujuan Impor (PI) dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang perdagangan dan atau laporan surveyor.
“Untuk memperoleh Persetujuan Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) Pelaku Usaha harus memiliki Pertimbangan Teknis yang diterbitkan oleh Menteri,” tulis bab 2 pasal 3 dalam beleid itu.
Kemudian, untuk dapat mengajukan permohonan penerbitan pertimbangan teknis, pelaku usaha harus memenuhi komitmen Perizinan Berusaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pelaku usaha juga harus terdaftar di Sistem Informasi Industri Nasional (SSINas) dan telah menyampaikan data industri, data industri tahap pembangunan, dan laporan kegiatan usaha secara berkala melalui SIINas setiap 1 Februari dan 1 Agustus setiap tahunnya.
Kemudian, pada bagian pasal 5 dalam beleid itu dijelaskan permohonan penerbitan Pertimbangan Teknis disampaikan kepada Direktur Jenderal secara elektronik melalui SINSW (Sistem Indonesia National Single Window) yang diteruskan ke SIINas.
“Permohonan penerbitan Pertimbangan Teknis oleh pelaku usaha harus melakukan pengisian rencana produksi yang memuat keterangan mengenai pos tarif, uraian barang, nama barang hingga jumlah atau volume dengan satuan yang sudah terstandar,” bunyi pasal 6 selanjutnya. (adm)
Sumber: kompas.com
+ There are no comments
Add yours