Jakarta – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) menilai layanan telekomunikasi generasi kelima (5G) masih lambat dibandingkan negara-negara lain akibat cakupan wilayah ini hanya mencapai 2.5%.
Padahal, ini telah teknologinya sudah diusung operator telekomunikasi sejak pertengahan 2021.
“Terkait supply and demand. Saya sebagai operator, demand-nya sudah ada belum, ya kan. Misalnya, salah satu contoh kasus nanti di IKN itu ada bus yang tanpa awak bisa jalan sendiri, itu berjalan di 5G dengan sensor-sensornya,” kata Direktur Pengembangan Pita Lebar, Ditjen PPI, Kementerian Kominfo, Marvels Parsaoran Situmorang di Gedung Kemkominfo, Jakarta pada Jumat (2/8/2024).
Penyebab lainnya adalah ketersediaan infrastruktur belum cukup akibat sensor-sensor itu harus terhubung oleh backhaul yang handal.
Jadi, tidak boleh menggunakan microwave, harus fiber optic, karena latensinya harus kecil dan sarat dengan kualitas.
Apalagi, sinyal 5G lebih banyak dibutuhkan di kota-kota besar karena dapat diandalkan untuk mengoperasikan robot maupun kendaraan tanpa supir.
“Intinya, 5G itu yang demand-nya belum kelihatan sampai sekarang. Sekarang kembali lagi kayak ayam sama telur, supply dulu baru demand-nya kelihatan atau demand dulu baru supply datang. Jadi, kembali lagi ke strateginya korporat,” ujarnya.
Semua operator seluler yang beroperasi di Indonesia, yaitu Indosat Hutchison Ooredoo, Telkomsel, Smartfren, dan XL Axiata sudah mengantongi Surat Keterangan Laik Operasi (SKLO) 5G.
Namun, hanya dua operator seluler yang sudah menyediakan paket khusus 5G, yaitu Telkomsel dan Indosat Ooredoo Hutchison.
Hal ini akibat keterbatasan spektrum frekuensi, sehingga para penyedia layanan telekomunikasi belum leluasa menghadirkan jaringan 5G lantaran masih dibagi untuk layanan 4G. (adm)
Sumber: detik.com
+ There are no comments
Add yours