Jakarta – Telekomunikasi Indonesia (Telkom) menilai keberadaan Starlink merupakan layanan internet berbasis satelit sebagai pelengkap berbagai macam infrastruktur telekomunikasi.
Jadi, ini tidak bisa menggantikan peran base transceiver station (BTS) dalam menyediakan akses internet kepada pelanggan.
“Bahwa kami memandang layanan Starlink sebagai pelengkap atau complimentary (bukan pengganti-red) dari layanan seluler,” kata Senior Vice President (SVP) Corporate Communication & Investor Relations PT Telkom Tbk, Ahmad Reza pada Kamis (6/6/2024).
Telkom melalui anak perusahaannya, Telkomsat, telah melakukan kerja sama dengan Starlink sebagai backhaul untuk melayani segmen korporasi atau business to business (B2B).
“Layanan Starlink dapat dimanfaatkan secara B2B untuk mendukung transport/backhauling antar tower di area terpencil yang tidak terjangkau fiber optik/microwave, sehingga mempercepat pemerataan TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi),” ujarnya.
Starlink dapat melayani pelanggan ritel atau pengguna akhir (end user), tapi saat ini terhubung dengan satelit low earth orbit diperlukan perangkat keras Starlink sebesar Rp7,8 juta.
Jadi, pengguna tak hanya membayar tarif bulanan tapi juga membeli perangkat tersebut.
“Sehingga, kurang kompetitif dibanding fixed broadband maupun seluler,” ujarnya.
Ahmad Reza mengungkapkan perbedaan internet Starlink dibandingkan BTS dan internet kabel dari sisi latensi. Starlink berada di ketinggian sekitar 500-2.000 km akan lebih lama.
“Dalam konteks ini, jaringan terestrial fiber optik masih lebih baik. Keduanya dapat co-exist, saling melengkapi dimana idealnya menurut kami Starlink dapat melayani daerah 3T. Kalau semua di kota besar, kapan jaringan di daerah 3T bisa terkoneksi,” tuturnya. (adm)
Sumber: detik.com
+ There are no comments
Add yours